Terima kasih Tuhan… saya bersyukur!
Akhir desember 2007 saya mengikuti proses rekrutmen untuk posisi sekretaris CEO salah satu grup usaha ternama. Si calon bos juga adalah orang yang wajahnya sering banget muncul di media.
Karena posisi sekretaris CEO ini musti cepet2 diisi, jadilah si ibu HR meng-interview saya di sebuah tempat minum kopi di sebuah mall. Mengingat saya tidak bisa cuti dan kantor saya tidak memberikan libur bersama untuk Natal ketika itu.
Proses seleksi berjalan baik dan kemudian saya diberikan kesempatan untuk mengikuti tahap final yaitu interview dengan tangan kanan si CEO. Kenapa gak langsung ketemu CEO? Menurut si ibu HR sih kalau si bapak tangan kanan ini OK, maka saya tinggal ketemu dengan CEO hanya untuk dapetin chemistry-nya.
Check. Saya sangat setuju dengan proses itu. Sekretaris musti dapetin chemistry untuk bisa kerja sama bosnya.
Si bapak tangan kanan juga bukan orang yang biasa2.
Memang saya gak pernah liat wajahnya di media tapi berasa banget kalau bapak ini hebat.
Suasana lumayan mencekam dan berasa intimidating….
Gak siap banget waktu si bapak tangan kanan mencecar saya dengan berbagai macam pertanyaan.
Lalu akhirnya bapak itu berkata bahwa:
• saya belum siap menduduki posisi itu
• berbekal pengalaman yang hanya 3 tahun, diramalkan bahwa “I will breakdown when I face troubles”
• saya harus bisa me-manage boss saya
Waktu denger penilaiannya, saya memilih untuk resist dan berkata “I will not breakdown”.
Proses rekrutmen selesai sampai di situ dan memang saya tidak terpilih untuk menduduki kursi sekretaris CEO. Bersyukur banget dapetin kesempatan itu, lebih lagi ketika saya tau bahwa saya merupakan TOP 3 dari belasan ribu orang yang melamar untuk posisi itu.
Walaupun begitu, saya tetap “penasaran” dengan penilaian si bapak tangan kanan. Karena menurut saya, dia sudah memberikan penilaian yang salah. Kesel banget waktu dia menilai bahwa “you will breakdown when you face troubles”…. “you must know how to manage your boss” Saya merasa dipandang rendah dan remeh…
Tapi sekarang, saya baru tau apa yang dimaksud oleh si bapak tangan kanan.
Bahwa yang namanya “tough”… bukan cuma sekedar galak
Bahwa yang namanya “top level secretary”… bukan cuma sekedar manage agenda dan printilan lainnya tapi juga harus me-manage bossnya
Saya bersyukur karena perjalanan karir saya dibawa ke arah yang benar. Bahwa ketika saya ditempatkan sebagai “ikan kecil” di “kolam yang lebih besar” saya memang merasa kecil tapi panggilan Tuhan atas kehidupan saya harus dipenuhi.
Saya bersyukur punya boss yang dianggap “anak kecil a.k.a anak mami” oleh banyak orang
Saya bersyukur punya boss yang “don’t know how to handle the secretary”
Saya bersyukur karena telah diberikan kesempatan menjadi bagian dalam kehidupan professional boss saya yang adalah calon orang besar di negeri ini bahkan sampai Asia Tenggara
Saya bersyukur karena boss saya “gak tau apa-apa”
…sehingga saya punya kesempatan belajar me-manage boss saya…
Terima kasih Tuhan… saya bersyukur!
0 Comments:
Post a Comment
<< Home